-->

CERITA DI DERMAGA SENJA

Di ujung dermaga itu aku melihatmu menatap kosong matahari senja yang mulai memancarkan cahaya kemerahan.

Sesekali hembusan angin laut melambai-lambaikan rambutmu yang terurai berantakan,  menutupi sebagian wajah cantikmu yang terlihat begitu sendu. 

Saat matahari sempurna tenggelam dan
kegelapan mulai mengepung dari segala penjuru,  ku lihat ... Engkau berbalik kemudian melangkah gontai menyusuri jalanan dermaga yang sepi. 

Ku lihat engkau berjalan dengan wajah tertunduk,  seakan-akan sedang mencari sesuatu yang hilang di antara ruas-ruas jalanan dermaga,  di balik wajah canrikmu tergurat kesedihan yang mendalam,  kepedihan yang begitu menyakitkan dan kekecewaan yang begitu menyesakkan. 

Setiap hari aku selalu mengawasi aktivitasmu yang begitu-begitu saja, datang ke dermaga pada senja hari,  menatap kosong matahari yang hampir tenggelam,  kemudian pulang dengan langkah gontai. 

Sebenarnya aku ingin sekali menanyakan
masalah apa yang tengah merundung/menimpamu sehingga membuatmu begitu terpuruk sampai berhari-hari lamanya.  Tapi ... Entah kenapa ... Rasa sakit yang pernah engkau torehkan dulu menahanku untuk tidak bersimpati padamu,  rasa sakit dari masa lalu itu membuat aku bersikap masa bodoh,  lebih mengedepankan ego dari pada mengerti perasaan dan kondisimu yang tengah membutuhkan uluran tangan. 

Hingga pada suatu malam yang kesekian kalinya ... Aku melihatmu duduk bersimpuh di tengah-tengah jalanan dermaga, engkau telungkupkan wajahmu diantara lututmu, tubuhmu bergetar menagan tangis yang begitu hebat,  tidak berapa lama tangisan sang awan satu persatu mulai mengguyur jalanan dermaga,  menambah dinginnya udara malam yang semakin menusuk tulang.

Aku melihatmu menengadah, memberikan air
hujan menampar-nampar wajahmu, membuat wajahmu yang memang kelihatan agak pucat tambah memucat. 

Semakin malam hujan semakin lebat, udara semakin dingin menusuk-nusuk tulang tapi ... Engkau masih saja tidak beranjak dari tempatmu, sengaja engkau membiarkan pertahanan tubuhmu melemah, seakan-akan ... Engkau sudah putus asa untuk melanjutkan perjalanan hidupmu. 

Di tengah-tengah tangisan sang awan yang semakin deras ... Aku mendengar engkau berteriak begitu kencang, mengalahkan suara hujan dan angin yang menderu-deru. Aku tidak begitu jelas mendengar apa yang engkau teriakkan tapi ... Melihat kondisimu yang seperti itu membuat egoku runtuh, tanpa aku sadari kakiku sudah terlebih dahulu melangkah, menghampirimu yang tengah berduka, terpuruk dalam kesedihan yang mendalam. 


Dengan membawa sebuah payung aku terus berjalan mendekatimu sedangkan engkau masih tidak menyadari keberadaanku karena engkau masih sibuk menangis di bawah guyuran hujan yang begitu lebat. 

Setelah sampai di dekatmu, aku menyodorkan payung ke atas kepalamu, mencoba untuk mengurangi tamparan air hujan yang terus mengguyur tubuhmu yang semakin menggigil. Setelah engkau menyadari ada seseorang disampingmu, engkau menoleh dan sedikit terkejut ketika engkau tau bahwa orang yang memayungimu adalah diriku. 

Tapi ... Tidak berapa lama akulah yang dibuat
terkejut karena tiba-tiba saja engkau memelukku begitu erat dan menangis di atas bahuku. 

Yang bisa ku lakukan hanyalah mengusap-usap pundakmu mencoba memberikan ketenangan. 

Setelah agak sedikit lama engkau menangis dalam pelukanku ... Engkau menatapku begitu sendu, darj sorot matamu seakan-akan engkau ingin bercerita tentang sesuatu yang tidak bisa engkau tanggung sendirian, mungkin sesuatu yang terlalu menyakitkan sehingga membuatmu terlarut dalam kabungan kesedihan. 

Hingga akhirnya dengan suara yang bergetar
dan terbata-bata engkau mengucapkan sesuatu yang membuat hatiku begitu tersentuh, dengan refleks aku kembali menarikmu dalam dekapanku, memelukmu dengan begitu erat, meluahkan semua perasaan yang sempat berkarat. 

Detik itu ... Aku berharap, seandainya aku bisa memanipulasi waktu ... Kan ku hentikan waktu agar aku dan kamu selalu terjebak, terkurung, membeku dalam momen yang seperti ini. 

Begitu lama aku dan dirimu berpelukan, tak
menghiraukan air mata sang awan yang terus mengguyur, ombak yang semakin keras berdebur, dan angin yang semakin berkesiur. Hingga aku merasakan pelukanmu yang semakin melemah ... Melemah ... Kemudian terlepas. 

Saat dirimu membeku dalam pelukanku,  aku begitu cemas, begitu panik, begitu takut kehilangan dirimu, sontak saja aku menggendongmu, berlari mencari tumpangan untuk membawamu ke rumah sakit terdekat, mencoba memberi pertolongan secepat mungkin agar tidak terjadi apa-apa kepadamu. 



30 Januari 2020
Musafir Sunyi

Hanya sebatas imajenasi. .

NB: to be continued..  Hehe.. Nantikan chapter 2nya guys.... Masih belum punya ide untuk melanjutkan ceritanya ... 
Tolang berikan komennya ya guys..  Yg membangun biar menjadi perbaikan untuk kedepannya. . Ok




Berlangganan update artikel terbaru via email:

4 Responses to "CERITA DI DERMAGA SENJA"

  1. "Selamat siang Bos 😃
    Mohon maaf mengganggu bos ,

    apa kabar nih bos kami dari Agen365
    buruan gabung bersama kami,aman dan terpercaya
    ayuk... daftar, main dan menangkan
    Silahkan di add contact kami ya bos :)

    Line : agen365
    WA : +85587781483
    Wechat : agen365


    terimakasih bos ditunggu loh bos kedatangannya di web kami kembali bos :)"

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel